>

Jokowi sosok yang merakyat

SOLO - Awal mula terjun ke dunia politik, tidak sedikit yang meragukan kemampuan Joko Widodo. Apalagi kalau melihatnya hanya dari sisi fisik. Pria yang akrab disapa Jokowi itu pun sendiri mengakui dirinya memang tidak punya potongan pejabat.

Tapi toh, rakyatlah yang akhirnya menilai sekaligus menjadi penentu terakhir. Terbukti, Jokowi dan pasangannya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berhasil memenangi pemilihan gubernur DKI Jakarta, walau masih dalam versi hitung cepat.

join_facebookjoin_twitter 

Kesuksesan yang diraih Jokowi di Jakarta itu tidak bisa dilepaskan dari keberhasilannya selama memimpin Kota Surakarta. Karena dari sanalah namanya mulai dikenal di kancah politik.

Sebelum itu, Jokowi hanyalah seorang pengusaha mebel di Kota Surakarta. Usaha yang dirintisnya sejak sekitar tahun 1990-an, setelah dia memutuskan berhenti bekerja dari sebuah BUMN di Aceh.

Sebagai putra dari keluarga sederhana, Jokowi harus merintis bisnis barunya itu dengan susah payah. Dimasa-masa awal dia bahkan terpaksa menjaminkan sertifikat tanah milik orang tuanya ke bank untuk mendapatkan modal. "Tempatnya dulu masih sewa, saya cari yang murah-murah," kata Jokowi.

Sembilan tahun lamanya Jokowi merintis dan membesarkan usaha mebelnya itu. Guna menghemat modal kerja, meski telah memiliki tiga pekerja tak jarang dia terjun sendiri. Mulai dari menghaluskan kayu, membuat konstruksi, finishing, bahkan sampai memasarkan. Walau sebenarnya saat itu dia telah memiliki tiga orang pekerja.

"Dia memang pekerja keras dan selalu optimis. Karena itu tidak heran kalau sekarang usahanya menjadi besar seperti sekarang ini," kata paman Jokowi, Miyono, hari ini.

Selain membawa kesuksesan dari sisi materi, usaha mebel itu juga memberi Jokowi kesempatan berharga untuk mengasah bakat kepemimpinannya. Tepatnya setelah dia dipercaya sebagai Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan (Asmindo) Soloraya.

Menurut Ketua Asmindo Soloraya, David R Wijaya, selama kepemimpinannya itu Jokowi mampu memberikan angin segar bagi organisasi. Khususnya memperbaiki kinerja organisasi dan iklim usaha. Keberhasilan itu menjadi alasan pengurus Asmindo mendorong Jokowi mencalonkan diri sebagai Wali Kota Surakarta pada 2005 silam.

Banyak yang meragukan sosok Jokowi ketika itu. Tapi akhirnya keraguan itu mampu dijawab oleh Jokowi melalui berbagai gebrakan dan bukti nyata. Satu yang paling fenomenal adalah keberhasilannya merelokasi 989 Pedagang Kaki Lima Monumen Banjarsari ke Pasar Klithikan Notoharjo. Luar biasa karena relokasi itu bukan hanya tanpa kekerasan, tapi dikemas dalam sebuah kirab budaya.

Model pendekatan hati ke hati dan prinsip nguwongke uwong (memanusiakan manusia) yang dikedepankannya rupanya mendapatkan tempat di hati warga Kota Surakarta. Terbukti, pada pencalonannya yang kedua kali sebagai Wali Kota Surakarta 2010 lalu, Jokowi dan pasangannya Hadi meraih 90.09% suara.

Sebagai pemimpin, Jokowi merupakan sosok yang selalu ingin dekat dengan rakyatnya. Bukan rahasia lagi jika di sela-sela kesibukannya menjalankan tugas-tugas birokrasi sebagai Wali Kota Surakarta, Jokowi selalu menyempatkan diri berkunjung ke kampung-kampung.

"Ya cuma sekedar bertemu warga, ngobrol-ngobrol dengan mereka. Biasanya kalau kerjaan di kantor sudah selesai, Bapak pasti ngajak keliling," kata sopir Wali Kota Surakarta Suliadi.

Bahkan, saking selalu ingin dekat dengan rakyatnya Jokowi membuat kegiatan mider praja. Yakni, bersepeda keliling mengunjungi perkampungan warga setiap Jumat pagi. Kegiatan mider praja itu biasanya ia lakukan bersama para pejabat dan kepala dinas dilingkungan Pemerintahan Kota Surakarta.

Dalam satu kesempatan Jokowi pernah mengatakan kunjungan langsung seperti itu sangat penting dilakukan seorang pemimpin. Sebab hanya dengan begitu dia bisa mengetahui persoalan yang tengah dihadapi rakyatnya. "Ibarat air, kalau tidak terjun langsung yang terlihat dari atas buihnya saja," katanya.

Suliadi telah menjadi supir untuk mobil dinas sejak puluhan tahun lalu. Sebelum Jokowi, dia telah melayani empat wali kota terdahulu. Selama itu, baru kali ini dia menemukan pribadi yang dirasakannya berbeda. Jokowi tidak menempatkan diri sebagai seorang pejabat yang selalu ingin dihormati bawahannya.

"Kalau pas berdua saja di mobil, ya suka bercanda-bercanda. Bahkan waktu banjir Solo 2007 lalu dan mobil dinas macet, Bapak turun untuk mendorong padahal waktu itu pakai jas. Pernah juga waktu saya bangun kesiangan, Bapak yang menjemput saya di rumah," kisahnya.

Kerendahan hati seorang Jokowi sebagai atasan, juga pernah dirasakan mantan Kepala Dinas Pariwisata Surakarta, Purnomo Subagyo. Ketika itu Purnomo mengaku pernah melakukan kesalahan dalam sebuah kegiatan, tapi Jokowi sama sekali tidak marah.

"Pak Wali cuma bilang, Pak Pur besok jangan seperti ini lagi ya," kenangnya.

Itulah yang membuat Purnomo sampai saat ini masih sering mengunjungi Jokowi, termasuk menyambutnya ketika baru saja tiba dari Jakarta, Jumat (21/9) kemarin. "Kalau dulu menyambut atasan, sekarang nyambut adhine (adik)," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar